Selamat Datang

Ini merupakan blogspot saya pribadi yang diharapkan bisa bermanfaat bagi seluruh para pembaca.

Find Out More Purchase Theme

News

Politik

Ini merupakan kumpulan berita mengenai politik.

Read More

Sosial

Ini merupakan kumpulan berita mengenai Sosial.

Read More

Ekonomi

Ini merupakan kumpulan berita mengenai Ekonomi.

Read More

Budaya

Ini merupakan kumpulan berita mengenai Budaya.

Read More

Recent Work

PADEPOKAN PENCAK SILAT BANDRONG DI KOTA SERANG

PADEPOKAN PENCAK SILAT BANDRONG DI KOTA SERANG



PADEPOKAN PENCAK SILAT BANDRONG DI KOTA SERANG

Mochammad Mugi Setiyanto (2288180036)
akunmugi@gmail.com

Abstrak: Pencak silat merupakan seni bela diri yang berakar dari budaya asli bangsa Indonesia. Perkembangan dan penyebaran silat secara historis mulai tercatat ketika penyebarannya banyak dipengaruhi oleh kaum ulama, seiring dengan penyebaran agama Islam pada abad ke-15 di Nusantara. Demikian pula halnya pencak silat Banten Bandrong, mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Banten. Saat ini silat asli Banten mulai kurang diperhatikan keberadaannya. Salah satu sebab ditinggalkannya seni dan budaya pencak silat asli Banten ini karena manajemen perguruan silat yang masih bersifat seadanya, padahal transformasi pengelolaan dari metode tradisional ke arah yang lebih modern mutlak diperlukan seiring dengan perkembangan zaman. Atas dasar itu, maka dilakukan penelitian mengenai Perguruan Silat Bandrong di Kota Serang dengan tujuan mengungkapkan latar belakang perjalanan sejarah serta dinamika perkembangannya. Pada kenyataannya dengan pengelolaan yang terorganisasi silat bandrong yang merupakan seni asli Banten ini dapat lebih dikenal oleh masyarakat luas.
 Kata kunci: bandrong, silat, silat asli Banten. 



PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Pencak silat adalah sistem yang terdiri atas sikap (posisi) dan gerak-gerik (pergerakan). Ketika seorang pesilat bergerak sewaktu bertarung, sikap dan gerakannya berubah mengikuti perubahan posisi lawan secara berkelanjutan. Setelah menemukan kelemahan pertahanan lawan, pesilat akan mencoba mengalahkan lawan dengan suatu serangan yang cepat (Dahlan, 2011: 262 ).   Pencak silat merupakan seni bela diri yang berakar dari budaya asli bangsa Indonesia. Disinyalir dari abad ke-7 Masehi silat sudah menyebar ke pelosok Nusantara. Kala itu pencak silat telah diajarkan bersama-sama dengan pelajaran agama di pesantren-pesatren dan surau surau. Budaya salat dan silat menjadi satu keterikatan erat dalam penyebaran pencak silat. Silat lalu berkembang dari sekadar ilmu bela diri dan seni tari rakyat, menjadi bagian dari pendidikan bela negara untuk menghadapi penjajah. Di samping itu juga pencak silat menjadi bagian dari latihan spiritual. 
Banten yang namanya sangat dikenal untuk ilmu silatnya, juga penyebarannya tidak terlepas dari ajaran agama Islam. Banyak nama dari jurus dan gerakan perguruan silat asli Banten diambil dari aksara dan bahasa arab. Pencak silat Banten mulai dikenal seiring dengan berdirinya kerajaan Islam Banten yang didirikan pada abad 15 Masehi dengan raja pertamanya Sultan Hasanudin. Perkembangan pencak silat pada saat itu tidak terlepas dari dijadikannya silat sebagai alat untuk penggemblengan para prajurit kerajaan sebagai bekal ketangkasan bela negara yang diajarkan oleh para guru silat yang menguasai berbagai aliran. Silat juga sebagai dasar alat pertahanan kerajaan dan masyarakat umum Banten dalam memerangi para penjajah.          
Bandrong sebagai warisan seni dan budaya pencak silat asli Banten tertua selayaknya mendapat perhatian lebih dari para pewaris aliran ini. Transformasi pengelolaan dari metode tradisional ke arah yang lebih modern mutlak diperlukan seiring dengan perkembangan zaman. Kesadaran akan perlunya manajemen yang baik diaplikasikan oleh para murid dan sesepuh bandrong di Kota Serang dengan membentuk kepengurusan formal dengan nama Padepokan Bandrong. 
Penelitian ini mempunyai tujuan untuk mendapatkan gambaran tentang sejarah silat bandrong, khususnya Perguruan Silat Bandrong di Kota Serang dan mengetahui perkembangannya.
1.1.Rumusan Masalah
Sesuai dengan latar belakang di atas, masalah yang akan di bahas dalam tulisan ini dirumuskan dalam bentuk pertanyaan sebagai berikut:
1.    Bagaimanakah sejarah  Pencak Silat  Bandrong ?
2.    Bagaimanakah asal-usul nama Bandrong ?




1.2.Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini yaitu sebagai berikut:
1.      Untuk mengetahui sejarah  Pencak Silat  Bandrong ?
2.      Untuk mengetahui asal-usul nama Bandrong ?
3.      Untuk mengetahui terbentuknya Pencak Silat Bandrong di Kota Serang ?
4.      Untuk mengetahui Struktur Organisasi Pencak Silat Bandrong di Kota Serang ?

1.3.Manfaat Penulisan
Dengan adanya penulisan ini dapat digunakan sebagai bahan pembelajaran pada mata kuliah Sejarah Lokal dalam menggali ilmu dan pengetahuan tentang Padepokan Pencak Silat Bandrong di Kota Serang

PEMBAHASAN
2.1.      Sejarah  Pencak Silat  Bandrong
Mendapatkan sumber tertulis yang berkaitan dengan sejarah silat bandrong ini ternyata cukup sulit, bahkan bisa dikatakan tidak ada, kalaupun ada cenderung hanya tulisan sederhana berbentuk cerita. Sementara itu untuk wawancara dengan tokoh sezaman pun tidak mungkin. Untuk itulah selain digunakan sumber tertulis yang ada secara khusus digunakan sumber lisan berdasarkan wawancara dengan tokoh-tokoh bandrong yang dianggap memahami latar belakang silat bandrong.
Silat bandrong lahir sekitar tahun 1500 Masehi, yaitu sebelum berdirinya Kesultanan Banten. Tokoh yang diketahui pertama menyebarkan aliran ini adalah seorang kiai bernama Ki Agus Jo, dikenal dengan nama Ki Beji. Ia terkenal sebagai kiai sekaligus pendekar dan merupakan guru besar bandrong yang menetap di salah satu lereng Gunung Santri. Di antara para muridnya yang terkenal adalah Ki Sarap dan Ki Ragil yang berasal dari Kampung Gudang Batu, Waringin Kurung (Wawancara dengan Ali Rahim dan Ahmad Faroji Jauhari, 9-10 April 2012). 
Pada saat salah satu senopati Kesultanan Banten meninggal, Sultan Hasanuddin kemudian mengangkat murid Ki Beji yang bernama Ki Sarap untuk menjadi senopati di Kesultanan Banten dengan         gelar Senopati Nurbaya.
Selanjutnya Senopati Nurbaya atau lebih dikenal dengan sebutan Ki Nurbaya ditugaskan oleh Sultan Hasanudin untuk mengamankan wilayah Laut Jawa, terutama Teluk Banten dan Pelabuhan Karangantu dengan markas di Bojonegara. Pada masa itu banyak pedagang asing masuk ke wilayah Banten, juga masih banyak perompak atau bajak laut. 
Pengangkatan Ki Sarap menjadi senopati bermula dari suatu peristiwa, yaitu ketika Sultan Maulana Hasanudin dinobatkan menjadi sultan di Banten (1552-1570), ia mempunyai seorang senopati atau patih yang bernama Kiai Semar (Ki Semar) yang berasal dari Kampung Kemuning Desa Tegal Luhur.
Seperti biasanya setiap hari Jumat ia selalu meminta izin kepada sultan untuk kembali ke kampungnya karena pada hari tersebut ia harus berdagang daging kerbau di Pasar Balagendong Desa Binuangeun (dulu kecamatan). 
Pada suatu hari ketika Ki Semar sedang berjualan di lapaknya, tiba-tiba datang seseorang yang akan membeli dagangannya. Orang itu bernama Kiai Asyraf (Ki Sarap) dengan tujuan membeli limpa atau sangket. Tetapi akibat Ki Semar yang telah menyepelekan Ki Sarap karena dianggap orang miskin yang tidak mampu membeli limpa akhirnya terjadi bentrok fisik. Tangan Ki Sarap dikelit dan ditekuk ke belakang punggung oleh Ki Semar, tapi meskipun diperlakukan demikian Ki Sarap diam saja menahan amarah karena kejadian tersebut berlangsung di tempat umum. 
Menjelang siang, Ki Semar mulai beranjak pulang menuju rumahnya di Kampung Kemuning. Ia berjalan tergesagesa karena pada hari itu ia harus mengejar salat Jumat berjamaah. Di tempat yang sepi antara Balagendong dan Kampung Kemuning, tiba-tiba muncul Ki Sarap menghadang Ki Semar dan langsung menyerangnya. Keduanya masing-masing mengeluarkan ilmu ketangkasan dan kehebatannya. Mereka berdua memang sama-sama kuat, tangkas dan sakti. Perkelahian mereka berlangsung hingga menjelang magrib. 
Perkelahian yang sangat alot itu diakhiri dengan ditebasnya kepala Ki Semar oleh golok Ki Ragil yang dilemparkan ke arah Ki Sarap dan langsung ditebaskan ke leher Ki Semar. Dengan sekali tebas kepala Ki Semar pun terpental puluhan meter, lalu berputar seperti gangsing kemudian menghujam ke dalam tanah. Hingga saat ini, tempat kepala terkubur itu berada di pinggir sungai di tepi hutan antara Balagendong dan Kampung Kemuning. Selesai sudah perkelahian itu yang dimenangkan oleh Ki Sarap. Masyarakat yang menyaksikan adu kekuatan itu segera mengangkat tubuh Ki Semar yang tanpa kepala dibawa ke kampung untuk diurus sebagaimana mestinya kemudian dimakamkan di Kampung Kemuning Desa Tegal Luhur. 
Kabar kematian Ki Semar yang saat itu menjabat sebagai senopati tanah Banten, merupakan berita yang menghebohkan. Berita itu dibicarakan di hampir semua tempat orang berkumpul. Berita itu pun akhirnya sampai kepada Sultan Maulana Hasanudin di Banten. Mendengar berita tersebut  sultan sangat terkejut dan marah. Kemudian ia memerintahkan kepada punggawanya untuk menangkap Ki Sarap yang dianggap sebagai pembunuh Ki Semar sang senopati Banten.
Barisan tentara segera diberangkatkan ke Gudang Batu untuk menangkap Ki Sarap yang kemudian dihadapkan kepada sultan karena akan diadakan pengusutan lebih lanjut tentang pembunuhan itu. Selanjutnya atas perintah Sultan Banten, Ki Sarap dimasukkan ke dalam penjara dan akan dihukum mati di tiang gantungan. 
Dalam suatu musyawarah mengenai hukuman yang akan dijatuhkan kepada Ki Sarap, permaisuri sultan mengemukakan pendapatnya bahwa hukuman mati untuk Ki Sarap sangat tidak tepat dengan alasan:
1.         Ki Sarap dan Ki Semar bertarung mengadu kesaktian, dan karena Ki Sarap membela diri sendiri berarti hal itu bukanlah pembunuhan.
2.         Kerajaan Banten sangat membutuhkan orang–orang yang gagah berani, kuat dan banyak ilmunya seperti Ki Sarap untuk menghadapi musuh yang lebih besar lagi. Hal ini jelas Ki Sarap lebih kuat dengan berhasilnya dia mengalahkan Ki Semar yang saat itu menjabat senopati Banten.
Setelah melalui musyawarah bersama para pembantu  sultan, akhirnya pendapat permaisuri diterima oleh sultan. Selanjutnya Ki Sarap dipanggil menghadap Sultan Maulana Hasanudin dan dijelaskan oleh sultan bahwa hukuman mati untuknya dibatalkan. Kemudian Ki Sarap diberi tugas untuk menggantikan Ki Semar sebagai senopati Kesultanan Banten dengan syarat harus mau melalui ujian ketangkasan, yaitu menembak antinganting (gegombel) tudung permaisuri sultan tanpa melukainya sedikit pun. 
Persyaratan tersebut diterima oleh Ki Sarap, walaupun dia tahu risikonya sangat tinggi mengingat ia bukanlah seorang ahli dalam hal menembak. Ki Sarap meminta waktu selama tiga hari sebelum ujian tersebut dilaksanakan. Ia meminta izin pulang ke kampungnya di Gudang Batu. Setelah sampai di kampungnya, Ki Sarap segera menghadap kepada kakaknya yaitu Ki Ragil dan memberitahukan masalah yang sedang dihadapinya. Ki Ragil pun memberinya suatu benda yang harus dimasukkan ke dalam senapan saat pelaksanaan. Kemudian Ki Ragil memberi beberapa petunjuk tata cara menembakkan senjata. Setelah semua pesan dari Ki Ragil dipahaminya, Ki Sarap memohon doa dari kakaknya untuk segera kembali menghadap Sultan Maulana Hasanudin di Banten. 
Pada hari yang telah ditentukan, tibalah saat yang dinanti–nantikan oleh seluruh masyarakat Banten, karena pada hari itu sultan akan menguji ketangkasan seorang calon senopati Banten. Di tengah alun-alun sang permaisuri duduk di kursi yang berada di sebelah timur menghadap ke arah barat, dengan jarak sekitar 30 meter, Ki Sarap berdiri berhadapan dengan permaisuri. Kemudian Ki Sarap mulai membidikkan senapannya ke arah sasaran, tapi secara tiba–tiba dengan gerakan yang cepat Ki Sarap membalikkan tubuhnya ke arah barat, bidikan senapannya ditujukan ke tempat kosong, dengan hati-hati dia menarik pelatuknya kemudian terdengarlah letusan senapannya.
Ternyata peluru yang ditembakkan tepat mengenai gegombel kerudung sang permaisuri dan terdengar pluk suara gegombel yang jatuh ke tanah tetapi permaisuri sultan tetap di tempatnya semula tak tersentuh oleh peluru yang ditembakkan oleh Ki Sarap. Jatuhnya gegombel kerudung permaisuri diiringi oleh suara sorak sorai masyarakat yang menyaksikannya. Kesultanan Banten kini telah diperkuat oleh seorang senopati sakti yang berasal dari daerah Gudang Batu yaitu Ki Sarap. 
Selanjutnya Ki Sarap diberi gelar kehormatan yaitu ”Senopati Nurbaya” kemudian dikenal dengan sebutan Ki Nurbaya. Ia menjalankan tugas utamanya mengamankan wilayah Laut Jawa terutama teluk Banten dan Pelabuhan Karangantu. Ki Nurbaya kemudian memindahkan pusat pertahanannya ke daerah Pulo Kali. Karena tugasnya selalu menjaga laut maka ia pun diberi gelar dan lebih terkenal dengan nama Ki Jagabaya atau Ki Jaga Laut. Alasan pemindahan pusat pertahanan ini, karena Pulo Kali dianggap sebagai tempat yang sangat strategis sehingga dapat memudahkan Ki Nurbaya untuk memantau daerah kekuasaannya.  
Ia memusatkan pertahanannya di Pulo Kali (berasal dari kata pulo kalih yang berarti Pulau Dua). Tempat ini sekarang menjadi sebuah kampung yang berada di wilayah Kecamatan Pulo Ampel dan terkenal dengan kegiatan Pasar Rakyat pada hari Selasa dan Jumat. Apabila mengintai musuh, ia melakukannya dari puncak Gunung Santri sebab dari tempat ini mudah baginya untuk melihat ke arah laut lepas, melihat kapal yang datang dan pergi dari Bojonegara dan berkomunikasi dengan Pulo Kalih dan menara Banten. Ki Jagabaya atau Ki Jaga Laut menggunakan isyarat-isyarat bahaya dengan cara sebagai berikut: apabila bahaya terjadi di siang hari mereka menggunakan sinar matahari yang dipantulkan melalui cermin. Apabila bahaya terjadi malam hari mereka menggunakan isyarat kobaran api unggun. Semua itu dilakukan dari puncak Gunung Santri dan dapat dipantau dari Pulo Kalih dan Menara Banten.
Saat usianya menjelang senja, Ki Patih Nurbaya menyadari tentang pentingnya kaderisasi atau generasi penerus. Ia pun menurunkan ilmunya terutama ketangkasan khusus yaitu ilmu bela diri ”Pencak Silat Banten” yang disebutnya bandrong. Ilmu itu secara khusus diturunkan kepada putra Sultan Maulana Hasanudin, selanjutnya pada para punggawa dan prajurit serta murid-muridnya yang berada di Pulo Kali dan Gudang Batu Waringin Kurung.
Pendidikan ketangkasan dan kedigjayaan itu dipusatkan di Pulo Kali dan dibina langsung oleh kedua kakak beradik Ki Sarap dan Ki Ragil. Di sanalah mereka berdua menghabiskan masa tuanya.  Setelah meninggal, mereka berdua dimakamkan di pemakaman umum di daerah Kahal wilayah Kecamatan Pulo Ampel. Hingga sekarang tempat itu dikenal dengan sebutan ”Makam Ki Kahal”. Banyak masyarakat yang datang berziarah terutama para pesilat bandrong.

2.2.      Asal-usul Nama Bandrong   Mengenai asal-usul nama bandrong diambil dari nama sejenis ikan terbang yang sangat gesit dan dapat melompat tinggi dan jauh, menyerang kerang dengan moncongnya yang sangat panjang dan bergerigi sangat tajam. Ikan ini sangat berbahaya karena sekali menyerang dapat membinasakan musuhnya. Ki Patih Jaga Laut atau patih sangat menyukai dan sering memperhatikan gerak-gerik dari ikan bandrong, karena ikan tersebut mempunyai gerakan yang tangkas dan gesit juga memiliki jangkauan lompatan dengan jarak jauh. Akhirnya ia menggunakan nama ikan itu untuk nama ilmu ketangkasan bela diri yang dimilikinya yaitu pencak silat bandrong karena tangkas dan gesit serta berbahaya seperti ikan bandrong.
Setiap aliran pencak silat mempunyai ciri masing-masing pada setiap gerakannya. Semua gerakan keseharian yang dilakukan oleh para pesilat bandrong merupakan gerakan bandrong. Tetapi gerakan yang menjadi ciri khas bandrong pada umumnya adalah:
a.          Gerakan tangan dan kaki cenderung cepat, dan gerakannya luas.
b.          Menggunakan teknik bawah dengan cepat untuk menjatuhkan lawan dengan cara mengambil kaki lawan dan mengangkatnya ke atas dengan posisi kepala lawan di bawah kemudian dilemparkannya dengan jarak yang sangat jauh (Wiryono, 2005: 30).

Jurus dasar pada silat bandrong:
1.                   Jurus Pilis
2.                   Jurus Catrok
3.                   Jurus Totog
4.                   Jurus Seliwa
5.                   Jurus Gebrag
6.                   Jurus Kurung
 
Gerakan dasar langkah silat bandrong:
1.                   Geleng / giling 
2.                   Cawuk
3.                   Wiyak
4.                   Rawus
5.                   Rambet
6.                   Pentil
7.                   Keprak
8.                   Sendok
9.                   Jingjing
10.                Colok
11.                Badug
12.                Tejeh
13.                Pukul
14.                Depok
15.                Goco
16.                Sentak
17.                Sabet
18.                Sepak
19.                Dupak
20.                Dedeg
21.                Bulang baling
22.                Gendong
23.                Gedog
24.                Gunting
25.                Sapu
26.                Sangsut
27.                Gedrig

2.3. Terbentuknya Pencak Silat Bandrong di Kota Serang
Lembaga Seni Budaya Padepokan Pencak silat Bandrong “Titisan Ki Renggong”. Akte notaris : H. M. Islamsyah Arifin, SH. .No. 61 Tanggal 18 Februari 2014. Sekertariat : Kp. Legok Dalam Rt. 01/02 Kel. Drangong Kec. Taktakan Kota Serang-Banten. Email : titisankirenggong@Yahoo.com. Telp 081310916936-081905581193
1. Sejarah Kelahiran PPS Bandrong “TITISAN KI RENGGONG” lahir dan berdiri pada hari Selasa malam Rabu tanggal 12 Rabiul Awwal 1435 H (bertepatan dengan 14 Januari 2014 M)
2. Legalitas
a.Akte notaris : H. M. Islamsyah Arifin No. 61 tanggal 18 Februari 2014
b.SK DPD PPSBBI Kota serang: No. 05/SK/PPSBBI/III/2014, Tanggal 01 Maret 2014 M Bertepatan dengan 29 Rabiul Akhir 1435 H.
3. Pendiri PPS Bandrong “TITISAN KI RENGGONG” didirikan oleh Ahmad Faroji Jauhari, S.Ag., M. Pd. Pendukung berdirinya Padepokan “TITISAN KI RENGGONG”
a.Abah Ali Rahim Kasim
b.KH. Komarudin Hasan
c.Asmuni Kasim, S. Pd. I
d.Fadlullah Jauhari
e.Tufli Jauhari, S. Pd. I
f.Yayat Rohayati, S. Pd. I
g.Khairul Umam
h.Fitri Rahayu
4. Pengurus Padepokan
Ketua : Ahmad faroji Jauhari, M. Pd
Sekretaris: Tufli Jauhari, S. Pd. I
Bendahara: Yayat Rohayati, S. Pd. I
Selain dari landasan akte notaris penulis mengupas sejarah padepokan sendiri dari pendiri padepokan Titisan Ki Renggong yakni bapak Ahmad Faroji jauhari beliau menceritakan awal mula berdirinya padepokan Titisan Ki Renggong ini beliau menceritakan bahwa:“awal mula berdirinya padepokan ini awalnya pelatihan yang diawali latihan di kampus IAIN SMH Banten bersama dengan anggota pramuka IAIN SMH Banten, setelah lama -kelamaan latihan dialihkan di kediaman guru besar bapak Ahmad Faroji sendiri, dikediaman bapak Ahmad Faroji ini awalnya memiliki murid lima orang punggawati dari kp. Legok Dalam sendiri selain dari anggota Pramuka IAIN SMH Banten.Setelah latihan ini berjalan barulah mulai menggarap untuk membentuk padepokan, dengan pembentukan nama Padepokan. Dibentuk bertepatan pada tanggal 12 Rabiul Awal 1435 H dan kalau secara organisasi terbentuk padepokan pada tanggal 14 januari 2014 M”. Sebagian besar punggawa dan punggawati di Padepokan Pencak Silat Bandrong Titisan Ki Renggong adalah anak-anak sekolah dari mulai SD, SMP, SMA dan Perguruan Tinggi. Setiap tahunnya tidak sedikit yang mendaftarkan dirinya atau anak-anaknya untuk menjadi murid di Padepokan Pencak Silat Bandrong Titisan Ki Renggong, tetapi hanya segelintir orang yang mampu dan bisa bertahan untuk terus dan melanjutkan latihan di Padepokan Titisan Ki Renggong bahkan punggawa dan punggawati yang sanggup menyelesaikan jurus satu atau sampai selametan,bisa kehitung setiap tahunnya. Sehingga bisa disimpulkan bahwa yang harus bersabar dalam latihan itu adalah punggawa dan punggawatinya karena guru besar dan pelatih sudah senantiasa ikhlas dan merelakan waktunya untuk tetap siap melatih punggawa dan punggawatinya, tetapi tidak hanya itu motivasi dan doktrin yang diberikan oleh guru besar sangat perlu untuk membentuk mental punggawa dan punggawati itu supaya bisa bertahan dan mencapai target yang diinginkan. Selama kurang lebih berdirinya Padepokan Pencak Silat Bandrong Titisan Ki Renggong tentunya memiliki kepengurusan yang bertanggung jawab atas keberlangsungan pembinaan di Padepokan Pencak Silat Bandrong Titisan Ki Renggong.
2.4. Struktur Organisasi Pencak Silat Bandrong di Kota Serang
Organisasi adalah kesatuan sosial yang dikoordinasikan secara sadar, dengan sebuah batasan yang relatif dapat diidentifikasi, yang bekerja secara terus menerus untuk mencapai suatu atau sekelompok tujuan yang telah ditetapkan (Dahlan, 2011: 271). Padepokan Bandrong juga memiliki struktur organisasi. Kegunaan organisasi ini adalah menjadi pemersatu secara sosial sekaligus juga menjadi ikatan emosional dalam perguruan yang biasa disebut saudara seperguruan. Dalam persatuan tersebut dibuat aturan yang mengikat dengan berbagai ketentuan dan hukum apabila ada pelanggaran yang menjadi tempat untuk mencapai tujuan. Tujuan utama dari terbentuknya Organisasi Perguruan Silat  Bandrong adalah melestarikan pencak silat bandrong sebagai budaya asli bangsa Indonesia. Dalam struktur Organisasi Perguruan Silat Bandrong terdapat 4 bidang yaitu pelatihan dan pengkaderan, kesenian kendang, hubungan masyarakat, dan pengembangan seni dan atraksi. Semua pengurus harian dan kepala bidang merupakan murid dari aliran bandrong,            karena ingin agar kepengurusan dan ajaran bandrong selaras sejalan. Orang-orang yang duduk dalam kepengurusan organisasi harus mengerti dan menjiwai aliran bandrong. Jadi mereka selaku pengurus juga merupakan murid dari Aba Ali Rahim. Adapun formatur pembentukan susunan kepengurusan Padepokan/ Perguruan Bandrong adalah:
A.Dewan Pembina
1) KH. Komarudin Hasan
2)Dr. H. Wawan Wahyudin, M. Pd.
3)Letkol (Putra) Drs. H. Makmun Sahroni
4)Dr. H. Sahari, AM, MA
5)Drs. H. Sabrawi Jaya, MM
6) Mufti Ali, Ph. D
7) Ahmad Duhari
8)Yadi Ahyadi, S.Ag.
B.Dewan Penasehat
1) Al Ustadz H. Rozik
2)Al Ustadz Ahmad Baidowi
3)Al Ustadz Faedullah
4)Fadlullah Jauhari
5)H. Jaenuri, SE
6)Iswadi Idris, S. Pd. I
C.Guru Besar: Abah Ali Rahim Kasim
D.Pengurus Harian
1)Ketua: Ahmad faroji Jauhari, S. Ag., M. Pd
2)Wakil Ketua: Obi Abrori 3)Sekretaris:Tufli Jauhari, S. Pd. I
4)Wakil Sekretaris:Khairul Umam, S. Pd. I
5)Bendahara:Yayat Rohayati, S. Pd.I
6)Wakil Bendahara:Fitri Rahayu, S.Pd.
E.Pengurus Bidang:
1)Pelatihandan Pengkaderan
a)Tb Habibi Nasrullah S, Pd.I
b)M. Rohim
c)M. Roikhan
d)Hamsinah
e)Anita Oktavia
f)Nayati Nufus
2)Kesenian Kendang dan Marawis
a)Dede yan Sofyani
b)Dede Kusmana
c)Syarifullah
d)Dede Asra‟i
e)Restu Bambang
f)Ayu Isma‟ani
g)Sri Murni
h)Hafidoh
i)Alfina Damayanti
j)Indah Yuliana Sari
3)Humas dan Advokasi
a)Yusroni Mahmud, S. PdI
b)Janudi
c)Abdul Karim
d)Reska
e)Mutia Amalia
f)Ayu Alfina
4)Pengembangan Seni dan Atraksi
a)Hawasi Fayumi
b)A. Jubaedi Yusuf, S. Pd.I
c)Dedek Dehaki, S. Pd.I
d)Ahmad Sayidi
e)Feri Irawan
f)Alaudin
5)Pengembangan Seni Tari
a)Salhiyah
b)Fatonah
c)Farah Qoriatul Annisa
d)Nadwa Farhati
6)Usaha dan Ekonomi
a)Abdullah HR, S. Ag
b)A. Khairul Huda, S. HI
c)Sultoni, S. Pd
d)Mahfudoh
e)Rihhadatul Aisy

PENUTUP
3.1.Simpulan
Padepokan Pencak Silat Bandrong di Kota Serang, sebelumnya sudah ada di Kabupaten Serang yaitu di Pulo Ampel, Bojonegara. Namun berkembang hingga ke Kota Serang dengan perguruan yang bernama Padepokan Pencak Silat Bandrong Titisan Ki Renggong. Di namakan Titisan Ki Renggong karena Ketua Padepokan Bandrong di Kota Serang murid di Padepokan Pencak Silat Bandrong Renggong Ampel, Pulo Ampel di Kabupaten Serang. Pendek Kata, bahwa Biarpun ada kata “ Titisan Ki Renggong “ Namun pada Hakikatnya Perguruan Bandrong tetap Bandrong tetap mempunyai ciri khas Pencak Silat Provinsi Banten.

3.2.Saran
Perlu di sosialisasikan terhadap seluruh lapisan masyarakat sehingga masyarakat menjadi tertarik untuk mengikuti padepokan pencak silat bandrong yang ada di kota serang. Kemudian bekerja sama terhadap instansi terkait untuk merealisasikan sosialisasi tersebut dengan bertujuan agar menjadi lebih formal serta bisa menjadi daya tarik bagi seluruh lapisan masyarakat.





DAFTAR PUSTAKA

Dahlan, Halwi M. 2011.
“Pencak Silat Panglipur Tinjauan
Sejarah Budaya”, dalam Patanjala Vol. 3, No.2, Juni 2011, hal 260.
Bandung: BPSNT Bandung.

Dinas Pendidikan. 2003.
             Profil      Seni      Budaya      Banten.
Bandung: Disdik Provinsi Banten.

Disbudparpora Kabupaten Banten. 2009.
Khasanah Seni Tradisional Kabupaten Serang. Banten:
Disporabudpar Kab. Serang.

DPP Perguruan Pencak Silat Bandrong. 2001.
Pencak Silat Bandrong Ngagurat Tapak Leluhur Banten. Jakarta: P.T.
(Persero) Pelabuhan Indonesia II.

Michrob, Halwany dan A. Mudjahid H. 2011.
Catatan Masa Lalu Banten.  Serang:
Saudara.

Muzayyanah, Siti. 2004.
Pencak Silat Aliran Bandrong pada Padepokan Silat Bandrong Pulo Kali di Desa Ampel. Skripsi UPI.


Seksi Kebudayaan. 1990. Kesenian        Tradisional       Kabupaten Serang. Serang: Depdikbud.

Tim Penyusun Subdin Kebudayaan. 2003.
Profil Seni Budaya Banten. Serang:
Disdik Provinsi Banten.

Wiryono, Herry, et al. 2005.
Padepokan Pencak Silat Bandrong di Propinsi Banten. Bandung:
BKSNT Bandung.



Our Blog

55 Cups
Average weekly coffee drank
9000 Lines
Average weekly lines of code
400 Customers
Average yearly happy clients

Our Team

Tim Malkovic
CEO
David Bell
Creative Designer
Eve Stinger
Sales Manager
Will Peters
Developer

Contact

Talk to us

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit. Dolores iusto fugit esse soluta quae debitis quibusdam harum voluptatem, maxime, aliquam sequi. Tempora ipsum magni unde velit corporis fuga, necessitatibus blanditiis.

Address:

9983 City name, Street name, 232 Apartment C

Work Time:

Monday - Friday from 9am to 5pm

Phone:

595 12 34 567

Diberdayakan oleh Blogger.

Categories

Recent in Fashion

3/Fashion/post-list

Random Posts

3/random/post-list

Facebook

Random,Recent,Label Widget

random/hot-posts

Subscribe Us