HOLLANDSCH INLANDSCHE SCHOOL
1914
Mochammad
Mugi Setiyanto ( 2288180036)
ABSTRAK
Hollands Inlandsche School. Sekolah HIS ini merupakan penjelmaan dari sekolah
kelas satu. Dibukanya sekolah HIS ini memberi kemungkinan yang lebih besar
untuk anak-anak pribumi melanjutkan pendidikan kolonial. Tujuan penelitian ini
yaitu untuk mengetahui gambaran umum Hollands Inlandsche School pada
tahun 1914 serta perkembangan sekolah HIS dan dampak dari adanya sekolah HIS
bagi masyarakat Indonesia secara umum. Dalam perkembangannya sekolah Hollandsch
Inlandsche School ini mengalami perkembangan yang cukup pesat, apabila
dilihat dari jumlah murid serta para figure alumni HIS yang berhasil dalam
pekerjaanya mengingat tingginya biaya sekolah pada saat itu. Adanya sekolah HIS
di Indonesia mengakibatkan dampak sosial ekonomi pada masyarakat. Dampak sosial
sekolah HIS yaitu terjalinnya kontak sosial antara orang pribumi dengan orang
Eropa. Dampak ekonomi Sekolah HIS adalah adanya tunggakan intilan. Sekolah HIS
membuat masyarakat di Indonesia telah bangkit kesadarannya untuk mencapai
pendidikan intelektual yang lebih tinggi.
Kata Kunci : Hollands Inlandsche School, Kolonial, Intelektual,
PENDAHULUAN
Pendidikan sendiri memiliki pengertian dalam lingkup
luas ataupun sempit. Pendidikan dalam lingkup luas ialah kegiatan didik
mendidik serta penyelenggaraan pendidikan yang dapat terjadi di setiap waktu
dan kapan saja. Bertolak belakang dengan Pendidikan dalam lingkup sempit, dimana
pendidikan dalam lingkup sempit ini terbatas pada jenjang dan lembaga
pendidikan, sedangkan dalam lingkup luas, pendidikan dilakukan dalam waktu yang
tanpa batas, yakni bisa setiap waktu dan setiap saat, pendidikan seumur hidup
menunjuk pada suatu kesadaran baru dan juga suatu harapan baru bahwa proses
pendidikan dan kebutuhan pendidikan berlangsung di sepanjang hidup manusia. Dilihat
dari segi aspeknya, kehidupan manusia sendiri melingkupi berbagai aspek, antara
lain seperti aspek politik, kehidupan bernegara, dan keluarga, membutuhkan
pendidikan sebagai upaya untuk pendewasaan diri. Pendidikan dimulai sesudah
anak lahir bahkan sebelum anak lahir, dan akan berlangsung terus sampai manusia
meninggal dunia sepanjang ia mampu menerima pengaruh-pengaruh. Pada masa
kolonial, pendidikan bagi rakyat pribumi digunakan oleh pemerintah Hindia
Belanda untuk menghasilkan pekerja terdidik dan murah. Pada pertengahan abad
ke-19, pemerintahan Kolonial Belanda belum sempat memberikan perhatian kepada
pendidikan untuk pribumi. Terjadinya Perang Diponegoro dan Perang antara
Belanda dan Belgia mengakibatkan pemerintah Belanda mengalami kesulitan dalam
hal keuangan. Pada akhirnya pemerintahan Belanda kemudian menetapkan sistem
tanam paksa di Hindia Belanda. Perlu di tekankan bahwa perhatian dari pihak
kolonial terhadap bidang pendidikan sebenarnya tidak semata mata untuk
mencerdaskan dan menciptakan bangsa yang pintar, melainkan untuk kepentingan
pihak kolonial sendiri. Hal ini terlihat jelas ketika diterapkannya sistem tanam
paksa, di mana bertambahnya sekolah dasar dengan tujuan untuk memenuhi tenaga
terampil atau tenaga kerja tingkat rendah.
Sistem tanam paksa ini mengakibatkan pengaruh
kekuasaan pemerintah Belanda semakin luas. Hal tersebut berdampak pada sektor
kebutuhan tenaga kerja terdidik dalam jumlah yang cukup banyak. Tenaga kerja
terdidik ini ditempatkan di perusahaan-perusahaan pemerinta han milik Belanda.
Pendirian sekolah bagi pribumi bertujuan untuk melatih pegawai pemerintahan
demi kepentingan pihak Kolonial Belanda. Dengan pelajaran wajibnya meliputi
membaca, menulis, bahasa dan berhitung.
Politik
Etis merupakan sebuah awal baru dalam perpolitikan kolonial di Hindia Belanda
akhir abad 19 M. Politik ini fokus terhadap tiga gagasan yakni pengairan,
pendidikan dan perpindahan penduduk. Politik Etis bertumpu pada sejumlah
sumbangan dari Pemerintah Kolonial untuk pendudukan pribumi dalam hal
pengembangan sekolah, pelayanan kesehatan, transportasi dan pembangunan
infrastruktur lainnya. Program pengembangan tersebut bertujuan untuk
mencerdaskan rakyat, meningkatkan kesejahteraan umum, dan meratakan kemakmuran.
PEMBAHASAN
PEMBAHASAN
Disingkat
HIS, sekolah yang diselenggarakan terbatas untuk anak-anak golongan atas pada
masa pemerintahan kolonial Belanda di Indonesia. Sekolah ini pertama kali
didirikan pada tahun 1914, sebagai hasil reorganisasi Sekolah Kelas 1. Tingkat
pendidikan yang diberikan kurang lebih setara dengan pendidikan ELS (Europesche
Lagere School) tanpa pelajaran bahasa Perancis. Pendidikan berlangsung
selama tujuh tahun dengan bahasa pengantar utama bahasa Belanda. Setamat dari
HIS, murid yang pandai dan mampu dapat melanjutkan ke MULO (Meer Uitgebreid
LagerOnderwijs atau sekolah lanjutan pertama), dan dari sini dapat
melanjutkan ke AMS (Algemene Middelbare School), selanjutnya ke
perguruan tinggi.
Pada
tahun 1892, pemerintah Hindia Belanda mengeluarkan peraturan tentang pemecahan
sekolah dasar bumiputra menjadi Sekolah Kelas I dan Sekolah Kelas II, yang
pelaksanaannya dilakukan pada tahun 1893. Sekolah Kelas I diperuntukkan bagi
anak-anak golongan atas, sedangkan Sekolah Kelas II diperuntukkan bagi anak
didik pada umumnya. Pembagian sekolah dasar bumiputra ini menimbulkan rasa
tidak puas di kalangan pemerintah, karena hasil pendidikan sekolah dasar
bumiputra ternyata rendah. Sampai peraturan ini dikeluarkan, hanya sebagian
murid saja yang mampu menyelesaikan kelas satunya dan hanya 7,5 persen dari
jumlah semula yang mampu memperoleh sertifikat kelas tiga. Lama pendidikan
Sekolah Kelas I dan II masing-masing 5 dan 3 tahun. Pelajaran yang diberikan di
sekolah kelas I terutama yang penting untuk calon ambtenaar,
antara lain, membaca, menulis, berhitung, ilmu bumi, sejarah, ilmu pengetahuan
alam, menggambar dan mengukur tanah. Pelajaran yang diberikan di Sekolah Kelas
II meliputi membaca, menulis, dan berhitung. Sampai akhir abad ke-19,
sekolah-sekolah ini belum mencapai desa.
Sekolah
Kelas II secara berangsur-berangsur digantikan peranannya oleh Volkschool,
sekolah dasar desa yang dikembangkan sejak awal abad ke-20. Perkembangan
Volkschool sangat mencolok. Dari tahun 1910 sampai 1920, misalnya, jumlah
murid di seluruh Hindia Belanda yang memasuki sekolah desa meningkat dari
71.239 menjadi 423.314 orang. Jumlah ini meningkat lagi menjadi 1.229.666 orang
pada tahun 1930. Volkschool merupakan pendidikan yang penting bagi anak-anak
negeri.
Sekolah
Kelas I juga mengalami pergeseran. Setelah mengalami reorganisasi dan
peningkatan mutu pada tahun 1914, Sekolah Kelas I beralih nama menjadi Hollandsch
Inlandsche School. Peraturan yang lebih ketat diterapkan. Berdasarkan
keputusan pemerintah (stbld 1914 no. 359), ada empat dasar penilaian yang
memungkinkan seseorang menyekolahkan anaknya ke HIS, yakni keturunan, jabatan,
kekayaan, dan pendidikan. Seorang bangsawan tradisional
atau pejabat pemerintahan, seperti wedana, dapat menyekolahkan anaknya ke HIS. Seseorang yang berpendidikan serendah-rendahnya MULO atau sederajat, atau yang berpenghasilan rata-rata 100 gulden per bulan juga dapat menyekolahkan anaknya ke HIS.
atau pejabat pemerintahan, seperti wedana, dapat menyekolahkan anaknya ke HIS. Seseorang yang berpendidikan serendah-rendahnya MULO atau sederajat, atau yang berpenghasilan rata-rata 100 gulden per bulan juga dapat menyekolahkan anaknya ke HIS.
Pada
kenyataannya, persentase anak didik yang sesuai kriterianya cenderung turun.
Hasil penelitian komisi HIS ternyata menunjukkan bahwa sejak tahun 1912 (masih
dengan nama Sekolah Kelas I) persentase murid dari orang tua berpendapatan
tinggi terus menurun. Pada tahun 1912 persentase murid dari orang tua
berpendapatan tinggi ini sebesar 1,58 persen. Jumlah ini turun menjadi 1,36
persen pada tahun 1915, dan pada tahun 1925 jumlah ini sulit diperhitungkan
lagi. Dari pegawai menengah dengan gaji di atas 100 gulden, atau paling rendah
setingkat asisten wedana, ada kecenderungan tetap. Dari tahun 1912 sampai tahun
1927 terjadi fluktuasi 10,31 sampai dengan 18,27 persen. Persentase murid yang
tinggi terjadi pada golongan pegawai rendahan dengan gaji kurang dari 100
gulden, yakni 38 persen. Selebihnya, pada golongan swasta, tampak kecenderungan
menaik, terutama pada golongan menengah ke bawah. Pada tahun 1912, persentase
murid HIS kelompok swasta kelas menengah ke atas sebesar 26,12 persen, kelas
menengah ke bawah 24,56 persen. Pada tahun 1927, murid kelompok swasta dari
kelas menengah turun menjadi 15,59 persen, sedangkan kelas menengah ke bawah
meningkat menjadi 29, 16 persen. Demikian pula bila persentase ini didasarkan
atas status. Angka-angka di atas menunjukkan bahwa mobilitas sosial yang
vertikal melalui pendidikan sedang terjadi di kalangan bangsa Indonesia.
Pada
tahun 1915 jurnlah HIS di seluruh Hindia Belanda (Indonesia) 124 buah dengan
murid 22. 734 orang; jumlah HIS
meningkat menjadi 285 buah dengan 72.514 orang murid pada tahun 1940. Selain HIS negeri dan swasta, ada pula yang disebut Speciale School, seperti Kesatrian School dan Mangkunegaransche School di Surakarta, keputren school di Yogyakarta. Sekolah-sekolah ini sebenarnya sama dengan HIS, tetapi diperuntukkan bagi kelompok khusus tertentu. Jumlah sekolah semacam ini tidak banyak, pada tahun 1900 lima buah, tahun 1920 ada 14 buah, dan tahun 1940 ada 15 buah.
meningkat menjadi 285 buah dengan 72.514 orang murid pada tahun 1940. Selain HIS negeri dan swasta, ada pula yang disebut Speciale School, seperti Kesatrian School dan Mangkunegaransche School di Surakarta, keputren school di Yogyakarta. Sekolah-sekolah ini sebenarnya sama dengan HIS, tetapi diperuntukkan bagi kelompok khusus tertentu. Jumlah sekolah semacam ini tidak banyak, pada tahun 1900 lima buah, tahun 1920 ada 14 buah, dan tahun 1940 ada 15 buah.
DAFTAR
PUSTAKA
Ensiklopedia Bebas. 2017. Hollandsch Inlandsche School. tersedia
pada: https://jakarta.go.id/artikel/konten/1767/hollandsch-inlandsche-school-his
(diakses pada 7 Mei 2019)
Saputra, Aji, Romdhon. 2018. Perkembangan Sekolah Hollandsch Inlandsche
School Di Purworejo Tahun 1915-1930 (hlm. 701). Yogyakarta: FIS,
Universitas Negeri Yogyakarta (diakses pada 7 Mei 2019)
0 Comments:
Posting Komentar